Naskah Drama Komedi
“PERANG BUBAT”
- PROLOG
Sang surya telah keluar dari bilik persembunyiannya. Seperti biasanya awan putih dan biru bagaikan kapas lembut, menjadi paduannya untuk menghiasi angkasa supaya terlihat terang dan meninggalkan kegelapan. Si kecil sedang bersantai ria sambil bernyanyi dengan suaranya yang merdu seirama dengan lagu Michael Jacson yaitu ‘You Are Not Alone’. Bahkan ada juga yang menari kesana kemari untuk mencari santapan pagi bagi anak-anak mereka yang mengeluh kelaparan. Bukan hanya teman kecil ini saja, namun serangga lain turut mengikuti jejak langkah si kecil merdu ini. Tetes embun dingin dan segar telah membasahi hijauan dedaunan dan batang pohonnya, terlihat sangat segar, bahkan layaknya sesegar kita apabila kita telah mandi. Suasana pagi yang amat menyenangkan.
Seseorang yang berwibawa, tegas, ramah, sedang duduk di singgasana yang sangat megah. Terlihat dari benda yang bertengger manis dan pas dikepalanya itu. Sebuah mahkota emas dua puluh empat karat yang diukir sebagus mungkin dan seindah mungkin sehingga menampilkan kesan mewah dan mahal. Didampingi oleh mahapatihnya yang mahasetia, mahaganteng, maharahim dan apa lagi yah? Mahabaik deh pokoknya.
Terlihat sebuah meja berukuran sedang yang terdapat berbagai buah-buahan yang tidak dapat disebutkan satu per satu bahkan dalam hitungan detik. Dan buah yang dapat di hitung dalam hitungan satu detik tanpa koma adalah ‘RUJAK’. Benar, rujak makanan khas Indonesia yang lezat itu memasuki daftar menu meja itu, bukan hanya rujak saja, namum berbagai makanan lainnya juga memenuhi meja tersebut untuk disantap seperti pecel, nasi uduk, tumpeng, opor ayam dan lainnya.
Yah… Beliau adalah Hayam Wuruk. Raja dari kerajaan terkenal dan terhebat pada masa itu, yaitu Kerajaan Majapahit. Hayam Wuruk tidak sendiri, namun ditemani oleh seorang mahapatihnya bernama Kuda Mada, eh… salah! Maksudnya adalah Gajah Mada. Baru kali ini kita mendengar bahwa ada seorang gajah yang menjadi mahapatih kerajaan. Sepertinya perbincangan mereka ini sangat menarik untuk diperdengarkan…
Hayam Wuruk : Mahapatih… Mahapatih… Mahapatih… (Ucapnya berteriak sambil menatap kanan kiri menunggu mahapatih)
Gajah Mada : Ada apa yang mulia? (Sambil membungkukkan badan berlari kearah Hayam Wuruk). Mohon maaf yang mulia, tidak perlulah berteriak seperti itu, soalnya malu atuh didengerin kucing tetangga kerajaan kita. (Dengan raut muka heran. Protes dengan tangan berselempangkan didada).
Hayam Wuruk : Terserah saya dong patih, suka-suka saya dong. Mau teriak kek, apa kek, kan semua itu hak-hak saya, kok malah kamu yang rebut? (Hayam Wuruk mengerutkan keningnya tanda heran dan berjalan kesana kemari).
Gajah Mada : Oke, maaf deh! Ampun seribu ampun. Ampun deh baginda. (Dengan raut muka bersalah dan memejamkan mata serta menunduk hormat kepada Hayam Wuruk). Ngomong-ngomong, yang mulia mau berbicara apa dengan saya? (Kembali bersikap tenang).
Hayam Wuruk : Saya dengar kalau masih ada kerajaan yang belum tunduk kepada kita. (Mengerutkan alis dan berkacak pinggang dengan muka serius)
Gajah Mada : Memangnya yang mulia tahu informasi itu dari mana? Saya kan belum sempat memberi tahu yang mulia! (Terkejut dengan alis terangkat).
Hayam Wuruk : Kamu itu gaptek banget sih. Alias gagap teknologi. Sekarang kan sudah jaman modern. Semua serba ada. Saya tau mengenai berita itu dari internet yang saya buka dari laptop saya. (Menyombongkan diri dengan tangan menepuk dada dan bertepuk tangan).
Gajah Mada : Dia itu Inu Kencana, Noordin M. Top, atau soal UAN yang bocor? (Geleng-geleng kepala memikirkan sesuatu).
Hayam Wuruk : Marshanda makan lodeh. Pokoknya ada deh. (Tertawa pelan dan melambaikan tangan).
Gajah Mada : Kalau begitu, saya percaya deh dengan semua perkataan Yang Mulia Hayam Wuruk. By the way, berita itu memang benar yang mulia. Ada kerajaan yang belum tunduk pada kita yaitu Kerajaan Sunda di West Java itulah. (Suara keras dan merentangkan tangan).
Hayam Wuruk : Apa?? (Terkejut dan melototkan mata). Kerajaan Sunda?
Gajah Mada : Benar begitu baginda (Gajah Mada tersenyum tipis).
Hayam Wuruk : Ngomong-ngomong West java apa itu? (Bingung). Apa obat masuk angin?
Gajah Mada : Bukan baginda yang mulia, tapi Jawa Barat. Raja gimana sih, mengakunya raja terhebat sepanjang masa ini, dasar raja gak pernah ikut kursus bahasa inggris nih! Padahalkan Bahasa Inggris itu kan penting sekarang (mengejek dengan tersenyum sinis kepada Hayam Wuruk).
Hayam Wuruk : Kamu ini gimana sih patih, aku saja belum lulus dari kursus Bahasa Jawa dari sepuluh tahun yang lalu. Gimana mau mengambil Kurusus bahasa apa tuh tadi? (Geleng-geleng kepala sambil duduk di kursinya yang megah itu).
Gajah Mada : Yasudah kalau begitu yang mulia, Yang Mulia Hayam Wuruk tidak perlu khawatir, karena saya akan menundukkan kerajaan itu sesuai dengan sumpah saya (Mengajukkan tangaan dengan percaya diri).
Hayam Wuruk : Sumpah yang mana? (Bingung). Kamu kan hobi sumpah-sumpah.
Gajah Mada : Ah yang mulia masa gak ngerti sih? (Menatap heran sang raja).
Hayam Wuruk : Yang mana ya? (Berfikir). Yes… I ingat kok. Jangan membuang sumpah sembarangan kan? Ya kan? (Menunjuk dengan tersenyum puas).
Gajah Mada : Junjungan hambaku ini guanteng, teng, teng, (geleng-geleng kepala sambil menundukkan kepala) tapi kok buolot sih? Itu mah sampah, bukan sumpah raja! (Ucapnya berapi-api).
Hayam Wuruk : Maksud kamu? (Tidak mengerti dan berdiri)
Gajah Mada : Sumpah Palapa, aku tidak akan amukti palapa sebelum dapat menyatukan nusantara dibawah kaki Majapahit. Dan yang kedua…
Gajah Mada hanya tersenyum tipis sambil menaikturunkan alisnya yang tebal itu. Sedangkan Hayam Wuruk yang disenyuminya hanya mengerutkan keningnya, hanya menganggukkan sesekali kepalanya.
Hayam Wuruk : Yang kedua apa? Pasti Maya Puspita Sari kan? Ketua Umum OSIS/PPSK SMA Xaverius 1 yang cantik dan pintar itu kan? (Menebak dengan tawa yang lebar)
Gajah Mada : Ya ammppuuunnnn!!!!! (Sambil menjerit) Ini raja agak telmi yah? Alias telat mikir. Maksudnya itu fullus (uang dalam Bahasa Arab). Yang mulia ini bodoh atau pura-pura gak tahu sih? (Mencibir dengan muka kesal).
Hayam Wuruk : Oke, dua-duanya deh. Buat kamu apa sih yang enggak. (Tersenyum). Lebih baik kamu sekarang berusaha untuk menundukkan kerajaan itu. Dan kalau berhasil kamu akan mendapatkan Maya, Luna Maya, bahkan Marshanda pun akan kuserahkan padamu! (Menyolek lengan mahapatih).
Gajah Mada : Baiklah yang mulia. Saya akan mencoba lagi walaupun kemarin saya telah menundukkan dengan cara diplomatik tidak berhasil alias gagal maning, saya akan mencobanya untuk terakhir kali. (Membusungkan dada tertawa dengan percaya diri).
Hayam Wuruk : (Terkejut melihat gigi mahapatihnya dan menutup hidungnya). Amboiiii….. gigi lo kuning banget sih? (Berteriak dan jijik). Sikat gigi berapa kali sehari sih? (Heran).
Gajah Mada : Aduh ampun baginda, kalau masalah sikat gigi saya lupa berapa kali sehari. Tidak perlu ditanya deh! (Merasa malu). Baiklah yang mulia, Saya akan melakukan tugas tersebut demi kejayaan kerajaan kita, Kerajaan Majapahit terbaik sepanjang masa! (Bersemangat dengan tangan kanan diangkat).
Hayam Wuruk : Ya sudah kalau begitu, segera laksanakan amanat saya! (Menyuruh Gajah Mada pergi).
Gajah Mada : Kalau begitu yang mulia, sebelum saya pergi, saya akan melakukan persiapan terlebih dahulu (Beranjak pergi namun tertahan oleh Hayam Wuruk).
Hayam Wuruk : Memangnya persiapan apa sih? Bukannya persenjataan kita sudah sampai dari Amerika? Kan semuanya sudah lengkap! (Penasaran).
Gajah Mada : Yang mulia, bukan itu, tapi facial, manicure, pedicure, cukur, mendengkur, supaya siap tempyur! (Dengan gaya centil meninggalkan Hayam Wuruk).
Hayam Wuruk : Mau perang saja seperti mau ikutan lomba cover boy (Melambaikan tangan dan menyengrit heran kearah Gajah Mada).
Gajah Mada : Ikan hiu melambai-lambai, See you bye-bye (Pergi)
Pertemuan antara mahapatih dan rajanya pun berakhir. Sementara mahapatih melakukanpersiapannya seperti facial, manicure, pedicure, cukur, mendengkur, sang raja hanua sibuk membuka situs internet dilaptopnya untuk mendengarkan musik, yaitu lagu ‘Tak Gendong Kemana-mana’ Mbah Surip dan mengotak-atik google untuk mencari tahu mengenai Kerajaan Sunda, kerajaan yang akan ditakhlukannya. Namun, tiba-tiba ekspresi muka raja itu berubah karena melihat sesuatu yang ada dilaptopnya itu. Lalu ia tersenyum tipis (Namun perlu dikonfirmasikan bahwa Hayam Wuruk tidak melihat situs yana aneh-aneh). Kira-kira apakah yang sedang di lihatnya?
Hayam Wuruk : Numpung sedang tidak ada patih yang koplo itu, lebih baik aku buka internet ah… (Membuka laptop dan mengetik sesuatu). Aku akan mencari situs kerajaan sundel bolong ini… (Terkejut dan tersenyum). Wow, kok ada gadis cantik disini. Siapa ya? (Mengutak-atik tombol). DI, di, YA h, yah. Diyah. PI pi, TA ta, LO lo, KA ka. Jadi Diyah Pitaloka. Wah… namanya bagus sekali. Anak siapa ya? (mengerutkan keningnya). Ku coba untuk cari biodatanya ah… (mengetik kembali). Tempat tanggal lahirnya, Sunda, tanggalnya gak jelas. Hobinya makan kemplang, semur jengkol, dan sambal calok (sambal terasi). (Menggeleng-gelengkan kepalanya). Wah… Cantik-cantik kok selera makannya ndeso begini. Hahaha (tertawa). Cowok idolanya raja ganteng, kuat nyalinya dan panajang akalnya juga bisa menyanyi seperi Raja Hayam Wuruk. (Terkejut dan mata melotot).
Hayam Wuruk : Yaampun ternyata ia menyukai aku. Bagus kalau begitu. Tapi kayaknya dia memiliki syarat terakhir yang agak susah aku pecahkan nih (manggut-manggut dengan mengelus-elus dagunya). Biarkan aku pergi… Untuk cari istri… (Bernyanyi).
***
Babak kedua :
Setelah kejadian tersebut, Hayam Wuruk mengirimkan sebuah SMS kepada mahapatihnya yaitu Gajah Mada yang sedang pergi Kerajaan Sunda ditemani oleh para pengawalnya dari Majapahit. Dia datang tentunya untuk menakhlukan kerajaan tersebut, karena itu sudah menjadi tugas Gajah Mada. Kalau tidak dilaksanakan oleh Gajah Mada ia jelas bisa rugi besar, soalnya Gajah Mada sudah diberi sogokan berupa fullus. Ditengah perjalanan tepatnya di Daerah Garut, Gajah Mada dan rekannya membeli oleh-oleh berupa dodol garut untuk diberikannya kepada Sri Baduga Maharaja, Raja Kerajaan Sunda.
Sri Baduga Maharaja sedang duduk di singgasananya yang tak kalah megah dengan singgasana Hayam Wuruk di Majapahit. Kemudian ia menoleh ke sekitar ruangannya.
Sri Baduga : Dyah … Dyah Pitaloka anakku… (Memanggil Dyah dengan lembut. Namun tidak ada jawaban dari anaknya).
Sri Baduga : Dyah Pitaloka sayang…
Dyah Pitaloka : Naon papa? Kumaha atuh? (Ada apa papa?). (Berjalan mendekati ayahnya dengan tersenyum cantik).
Sri Baduga : Papa perhatiin kamu daritadi kamu ini kok melamun terus sih! Kumaha sayang? Damang? (Ada apa sayang? Baik?).
Dyah Pitaloka : Teh naon-naon pa (tidak ada apa-apa pa). (Sambil menggelengkan kepalanya).
Sri Baduga : Kucing kurus kecebur di kolam. Kolam pancing banyak batu. Anak gadis kalau banyak diam. Pastilah dia memikirkan sesuatu. (Mengusapkan kepala Dyah).
Dyah Pitaloka : Jalan-jalan ke pondok gede, tidak lupa membawa acar. Aku ini sudah gede, ngapo papa dak carikan aku pacar? (Merengut dan ngambek muka ditekuk).
Sri Baduga : Hahahaha… (Tertawa). Kau ini rupanya sudah pingin pacar toh?
Dyah Pitaloka : Iya dong pa, aku kan sudah sweet seventeen (muka ditekuk).
Sri Baduga : Kamu ini persis sekali dengan mamamu neng jelis, kalau meminta seseuatu pasti cemberut. Namun, walaupun begitu, kamu tetan cantik neng jelis. (Merangkul Dyah dan tersenyum). Sudah kalau begitu kamu pilih siapa? David, Rio, Yofan, atau Joko? (Menaikkan kedua tangannya).
Dyah Pitaloka : Pa… (Bergelanyut manja).
Sri Baduga : Apa sayang? (tersenyum).
Dyah Pitaloka : Semalam aku mimpi, ketemu dengan ayam jago, dia itu gagah perkasa dan ayam itu selalu mengikutiku pa… (merengek dengan manja).
Sri Baduga : Jam berpa kau mimpi? (Membelakkan matanya)
Dyah Pitaloka : Sekitar jam empat pagi
Sri Baduga : Menurut para dukun, kalau mimpi jam empat pagi itu pertanda baik (mengangguk-anggukkan kepala dan tersenyum menggoda).
Dyah Pitaloka : Maksud papa? (Mengerutkan kening).
Sri Baduga : Ya, mimpimu akan menjadi kenyataan.
Dyah Pitaloka : Jadi aku akan pacaran sama ayam, pa? Ih… Ogah deh! (terkejut dan merinding).
Sri Baduga :Yah, gak tahulah. Kita lihat saja nanti sayang.
Tiba-tiba ditengah percakapan antara Sri Baduga Maharaja dan putrinya Dyah Pitaloka, pengawal kerajaan mereka mengatakan bahwa mereka, khususnya Kerajaan Sunda terlah kedatangan tamu dari Keraajaan besar lain yaitu Kerajaan Majapahit. Kedatangan itu membuat Sri Baduga Maharaja dan Dyah Pitaloka kagum, takjub, sekaligus senang dan heran. Karena ini bukan biasanya dan tanpa perjanjian terlebih dahulu. Diliputi rasa penasaran dan heran, Sri Baduga Maharaja pun mempersilahkan tamunya untuk bertemu dengannya. Dan Dyah Pitaloka sendiri hanya bisa mengedipkan mata.
Gajah Mada : Assalamwuaallaaiikuumm, permisi, excuse me, kulua nuon… (Berteriak histeris dan tertawa).
Sri Baduga : Ya, sepatu… Siapa tu? (Terheran-heran sambil melirik putrinya).
Gajah Mada : Perkenalkan, nama saya adalah Gajah Duduk (kemudian ia tersenyum. Setelah itu Sri Baduga beserta Dyah Pitaloka hanya menatapnya).
Sri Baduga : Jadi kamu ini penjual sarung ya? (Masih merasa heran sambil menggeleng-gelengkan kepalanya).
Gajah Mada : Tentunya bukan. Saya adalah Gajah Mada, patih dari Kerajaan Majapahit yang tempo hari datang kesini (mengulurkan tangan kanannya untuk menjabat Sri Baduga).
Sri Baduga : Oh iya (tersenyum akan teringat sesuatu, lalu menjabat tangan Gajah Mada). Aku lupa, sekarang Gajah Mada tambah ganteng saja. Kalau begitu, mari atuh masuh, and sit down please (mempersilahkan Gajah Mada masuk keruangannya dan duduk bersama)
Gajah Mada : Oh, oke. Gak masalah. Beli genteng di Kota Banuayu alias thanks you (sambil melirik-lirik sekitar ruangan dan melirik Dyah Pitaloka yang ternyata putri kerajaan yang cantik).
Sri Baduga : Patih Majapahit ini pasti lulusan SMA Xaverius 1 ya?
Gajah Mada : Memangnya kenapa? (Menyengrit heran).
Sri Baduga : Bisa Bahasa Inggris dan pintar membuat pantun (lagi-lagi ia tersenyum).
Gajah Mada : Pastinya, aku kan diajari oleh Mr. Novian dan Pak Kasdi, (Gajah Mada melihat sekeliling ruangan itu kembali)
Terlihat mewah sekali kerajaan ini. Atap yang besar, dan hampir semua perabotan kerajaannya ini terbuat dari kayu jati asli. Keraton ini juga lumayan besar dengan halaman yang begitu luas, bahkan dapat untuk kesebelasan petandingan sepak bola dalam negeri, dan pentas seni. Super canggih memang, apalagi dengan desain ruangtamunya yang classic, bahkan tiap pintu dipasangi alaram juga ada laptop yang yang selalu on karena Kerajaan Sunda ini ternyata berlangganan internet. Belum lagi letaknya yang strategis dilihat dari letak geografisnya yaitu dekat Batavia dan Selat Sunda. Pokoknya top sekali. Namun yang menjadi sikap positif Gajah Mada, di Majapahit atau tempat mengabdinya ia pada Hayam Wuruk, tidak kalah megah dengan Kerajaan Sunda ini. Namun ia cukup senang kembali ke Kerajaan Sunda ini karena ia dijamu oleh banyak pelayan dari Kerjaan Sunda. Dengan berbagai makanan enak dan minuman segar pastinya.
Gajah Mada : Tuan raja, pisangnya uenak tenan deh. Di Majapahit pisang sekecil ini sudah enggak ada (sambil menikmati dengan enak pisang itu).
Sri Baduga : Kenapa ya?
Gajah Mada : Alasannya, kepasar membeli tahu, aku tidak tahu (menggelengkan kepala dengan cueknya menikmati pisang itu). Maksud saya kemari untuk… (bersikap was-was).
Sri Baduga : (Berdiri). Minta saya supaya untuk tunduk kepada Majapahit? Oh, No way, sekali saya berkata tidak tetap selamanya tidak!!!! (berapi-api dan hendak mengusir Gajah Mada keluar).
Gajah Mada : Jangan naik darah dulu gitu raja, sabar-sabar… Saya kesini ingin menyampaikan puisi karya saya Raja Hayam Wuruk (Mengelus dada).
Sri Baduga : Bagaimana itu bunyinya? Cepat bacakan! (berteriak, masih tidak terima dengan perkataan Gajah Mada).
Gajah Mada : (Berdiri dengan tegas sambil memegang sebuah kertas). Pagi-pagi ayam jago berkokok, bagunkan putri nan ayu, sudah sebulan aku gak bisa jongkok, resah mencari permaisuri nan ayu (sambil tersenyum menatap Dyah Pitaloka).
Sri Baduga : Tepuk tangan dong! (Menyuruh pengawalnya dan pelayan-pelayannya untuk bertepuk tangan). PLOK… PLOK… PLOK…
Gajah Mada : Gadis kecil membeli boneka, sudah besar pandai menari, bolehkah hamba meminang Dyah Pitaloka, kan kujadikan permaisuri! (tersenyum kembali).
Sri Baduga : Jadi Raja Hayam Wuruk yang kekuasaannya dari Jambi sampai Bali itu akan meminang putriku? (takjub dan tidak percaya dan Dyah Pitaloka pun tersenyum tersipu-sipu).
Gajah Mada : Ya paduka, kalau tidak pecaya ini ada sms dari rajaku dan ini ada oleh-oleh dodol garut asli (menyerahkan dodol garut tersebut dan menunjukkan blackberry handphonenya ke Sri Baduga Maharaja).
Gajah Mada memberikan kotak bingkisan dan Sri Baduga pun menerimanya dengan senang.
Sri Baduga : Hmm… anda membawa apa lagi? (mengelus dagunya).
Gajah Mada : Saya membawa pensil sekotak (memberikan kotak itu).
Sri Baduga : Anakku sudah lulus UAN. Buat apa pensil itu? (menunjuk kotak itu).
Gajah Muda : (Tertawa) Ya, untuk menulis undangan! Jangan lupa guru-guru SMA Xaverius 1 diundang ya?
Sri Baduga : (Mengangguk-angguk) lha itu celana jeans untuk apa? (menunjuk celana Jeans disamping sekotak pensil itu ).
Gajah Mada : Itu celana legendaries raja kami. Dengan celana inilah Hayam Wuruk awet muda (menaik-naikkan alisnya). Kalau tuan mau ambil saja (tersenyum).
Sri Baduga : Cuaaauuaaappppeeee Ddddeeehhh!!! (menepuk keningnya). Dyah Pitaloka… (Berteriak).
Dyah Pitaloka : Apa pa? (menghampiri ke Sri Baduga).
Sri Baduga : Kau sudah mendengar sendiri kalau kamu akan menjadi seorang permaisuri Majapahit. Terima atau tidak. Kalau tidak rugi dong, soalnya papa akan punya menantu raja besar dan cucuku nanti akan menjadi raja besar juga (berdiri dengan semangat dan merentangkan tangan).
Dyah Pitaloka : Aku belum pernah melihat orangnya, pa! mana fotonya? (Mengulurkan tangannya).
Gajah Mada : Ini (menyerahkan sebuah foto dan melihatnya dengan seksama).
Dyah Pitaloka : Hmm ganteng sekali (tersenyum sendiri dan bahagia). Mau deh, Pa. ayo kita berangkat pa… (beranjak pergi).
Sri Baduga : Hey nanti dulu (menahan putrinya). Mentang-mentang sudah cocok, nyosor melulu! (menyengrit kepada Dyah).
Sri Baduga : Gajah, eh sorri… Patih Gajah Mada, kalau memang itu kehendak Hayam Wuruk, aku sih oke-oke saja. Yang penting anakku menjadi permaisuri, bukannya menjadi cleaning service ( menepuk pundak Dyah).
Gajah Mada : Saya tahu paduka. Kapan berangkat? (mengangkat tangan).
Sri Baduga : Yah, setelah satu bulan lagya, soalnya menunggu anakku lulus UAN.
Gajah Mada : Baiklah (beranjak berdiri), kalau begitu saya mohon pamit. Hanya pesan saya kalau mengantar pengantin jangan membawa prajurit banyak. Namun cukup satu saja. (menunjukkan telunjuknya dengan sinis).
Sri Baduga : Mengapa? (membelakkan mata).
Gajah Mada : Kalau pengantin bawa prajurit banyak kok seperti mau perang? Kita kan sudah damai (tersenyum sambil mengacungkan jarinya berbentuk V).
Sri Baduga : Oke, kalau begitu aku setelah enam ( mengangguk).
Gajah Mada : Maksudnya?
Sri Baduga : Setujuh begok! (mengibaskan tangan).
Gajah Mada : Baiklah tuan, kalau begitu assalamwualaikum dan good bye.. see you again okay? (pergi meninggalkan Sri Baduga dan Dyah Pitaloka).
Sri Baduga : Tha… (melambaikan tangannya).
Babak ketiga :
Akhirnya lamaran Hayam Wuruk diterima oleh Sri Baduga Maharaja. Spanduk, iklan dipasang dimana-mana. Mulai dari Jalan Tol Jogorawi sampai Porong, Jawa Timur. Kala itu PT Lapindo belum berdiri dan masih berupa sumur kecil untuk mandi penduduk sekitar. Penyelenggaraan pesta pun telah dipersiapkan, mulai dari tanggal, baju pengantin, akad nikah, resepsi, makan yang akan disugujkan untuk para tamu, dan segalanya. Tinggal tunggu tanggal mainnya saja.
Setelah menimbang, memutuskan, merasakan, mendengkur dan akhirnya menyelenggarakan, menurut UUK (Undang-Undang Kerajaan) yang telah diputuskan oleh kedua belah pihak, maka berangkatlah Sri Baduga Maharaja bersama putrinya Dyah Pitaloka, para pembesar, pengirirng kerajaan, dan menuju Majapahit.
Sri Baduga : Sekarang kita telah berada di Desa Bubat (melihat sekitar).
Dyah Pitaloka : Papa, aku sudah kepingin banget buat ketemu sama calon suamiku disana ( mengelus-elus tangan dan tersenyum).
Sri Baduga : Sabar nak ( menepuk pelan pundak Dyah). Kalau jodoh juga pasti ketemu.
Dyah Pitaloka : Bulan madunya dimana pa?
Sri Baduga :Bali saja. Disana kan asyiik dan kamu bisa ketemu dengan orang bule. (merangkul Dyah Pitaloka).
Terlihat rombongan Mahapatih Gajah Mada yang sedang menuju kearah mereka…
Dyah Pitaloka : Pap, itu siapa sih? (menunjuk kerah Gajah Mada). Mahapatihnya Hayam Wuruk ya? (terkekeh dan tersenyum kecil).
Sri Baduga : iya kayaknya (mengaanggukan kepalanya).
Dyah Pitaloka : Waaawww!! Gila, cakep banget uy! (tergagap melihat Gajah Mada yang sedang berose).
Sri Baduga : Udah, gak usah bawel (mengibaskan tangannya). Hayam Wuruk juga ganteng kok. Gak kalah deh sama papa kegantengannya itu. Papimu ini kan lebih ganteng dari calon suamimu itu! (menepuk pelan dadanya). Maklum, Coverboy 2008.
Dyah Pitaloka : Tapi… (menggaruk kepalanya).
Sri Baduga : Yaudahlah, gak usah pusing gitu.
Dyah Pitaloka tersenyum penuh arti. Menandakan bahwa yang dibilang oleh papanya itu sangat benar. Bijak dan diplomatis. Gajah Mada, Mahapatih Majapahit yang super keren itu medekati Sri Baduga Maharaja dan Dyah Pitaloka. Hayam Wuruk sesekali tersenyum melihat putrid nan ayu yang cantik jelita itu bak bidadari yang turun dari atas lemari.
Gajah Mada : What’s up man? How are you? (bertos ria dengan Sri Baduga).
Sri Baduga : Fine, baek-baek.
Gajah Mada : How are you, Pit? (mengulurkan tangan kanannya kearah Dyah Pitaloka).
Dyah Pitaloka : I’m fine, thank you (tersenyum lebar).
Sri Baduga : Mana menantu saya? (melihat sekeliling mencari Hayam Wuruk).
Gajah Mada : Well, yang mulia, begini (was-was).
Sri Baduga : Well? Apaan tuh? Kain pel? Dikerajaan kami banyak tuh kain pel. Ada sepuluh. (Mengacungkan kesepuluh jarinya).
Gajah Mada : Ye… telat mikir ya raja. Itu Bahasa Prancis tau! (mengibaskan tangan). Begini yang mulia, Putri Dyah Pitaloka tetap akan menikah dengan raja kami, Hayam Wuruk.
Sri Baduga : Lha iya dong. Kan sudah kubilang kemarin. Dyah Pitaloka akan menjadi permaisuri Majapahit. (tertawa).
Gajah Mada : Posisi Dyah Pitaloka bukan sebagai permaisuri yang mulia, melainkan putri persembahan.
Sri Baduga menjadi marah, ia gusar karena anaknya dinikahkan dengan Hayam Wuruk sebagai persembahan semata-mata untuk menundukkan Kerajaan Sunda. Kerajaan yang dipimpinnya.
Sri Baduga : Itu artinya Raja Sunda telah mengaku kalah terhadap Majapahit? (marah).
Gajah Mada : Ya kayaknya begitu (santai).
Sri Baduga : Jadi kau ini ingkar janji (menunjuk Gajah Mada dengan telunjuknya).
Gajah Mada : Mau gimana lagi? Nasi sudah dicampur sayur, sudah jadi bubur (mengangkat kedua tangannya).
Sri Baduga : Tidak, aku tidak terima (marah dengan berteriak).
Gajah Mada : Terserah yang jelas kau sekarang berada di Bubat, wilayah Majapahit. Jadi kau harus tunduk pada Majapahit (mengacungkan telunjuk kearah bawah).
Prajurit Sunda : Gila atuh, masa neng putri harus dijadikan persembahan? Kumaha atuh kang iyek? Tidak terima kita mah! Nooo Waaayyy! (berteriak histeris).
Prajurit Majapahit : Wah, perang dunia ketiga sudah akan dimulai (geleng-geleng kepala).
Sri Baduga : SAYA TIDAK AKAN TERIMA, PRAJURIT… MMMAAAAJJJUUUU!!!!
Babak keempat :
Prajurit Sunda akhirnya bertempur dengan Prajurit Majapahit. Kemudian, pertanrungan itu sangat tidak terelakkan lagi. Keduanya telah bertumpah darah membentuk pro masing-masing. Setelah mengalami pertempuran yang panjang, Prajurit Sunda pun kalah. Dan Gajah Mada beserta Sri Baduga Maharaja pun turun kemedan perang. Tanpa disadari, Sri Baduga Maharaja pun mati.
Dyah Pitaloka : Paaaaapppppaaaaaa!!! (berteriak histeris dan menangis). Gajah Mada kau ini kejam dan licik sekali. Kau ganteng, tapi hatimu licik sekali. Daripada aku menjadi putri persembahan, lebih baik aku mati saja! Kau punya tali gak? (mengulurakan tangannya ke Gajah Mada).
Gajah Mada : Oh ada, nih! (menyerahkan talinya).
Dyah Pitaloka mencoba bunuh diri… Namun tidak berhasil.
Dyah Pitaloka : Aduh, kok gak mati-mati sih? (kesal dan membuang talinya). Gajah, ada alat lain gak?
Gajah Mada : Aduh, tempe tahu beli di Tegal, kapan sih kamu meninggal? Kok lama banget? (melipatkan tangannya). Nih ada pisau! (menyerahkan sebuah pisaunya).
Dyah Pitaloka : Bye semuanya, sampai ketemu di surga (melambaikan tangannya).
Gajah Mada : Titi Dj ya! Alias, hati-hati di jalan!
Kemudian, Dyah Pitaloka menancapkan pisau itu ke perutnya dan seketika ia tewas.
Hayam Wuruk : Oh… (berlari kearah Dyah Pitaloka). Dyah sayang, kenapa kau mati secepat ini sayang? (menangis).
Dyah Pitaloka : (Bangun lagi) Selamat tinggal Hayam Wuruk, aku sayang kamu! (kembali tidur).
- Epilog
Sepeninggal semuanya, Hayam Wuruk merasa begitu sedih. Karena ia telah kehilangan cinta pertamanya, Dyah Pitaloka. Apalagi, ia tidak jadi menikah dengan Dyah Pitaloka. Pupus sudah harapannya untuk memiliki istri dan sebuah keluarga dalam istananya. Bahkan harapan terbesarnya adalah untuk memiliki seorang keturunan atau anak. Karena keturunannyalah nanti yang akan meneruskan kejayaan Majapahit ini.
Sebaliknya, dengan matinya Sri Baduga Maharaja dan Dyah Pitaloka, justru membuat Gajah Mada senang. Karena, Kerajaan Sunda telah berhasil dikuasainya berkat rencananya menjadikan Dyah Pitaloka putri persembahan bagi Majapahit. Peristiwa ini tejadi di Desa Bubat, sebelah utara Kerajaan Majapahit yang menimbulkan peperangan tragis. Sehingga dinamakan ‘Perang Bubat’.
TAMAT