Naskah Drama Asal Mula Danau Limboto

Posted: 29 Maret 2015 in Naskah Drama
Tag:, , ,

Naskah drama

Asal Mula Danau Limboto

Babak1

Dahulu, daerah Limboto merupakan hamparan laut yang luas. Di tengahnya terdapat dua buah gunung yang tinggi, yaitu Gunung Boliohuto dan Gunung Tilongkabila yang merupakan petunjuk arah bagi masyarakat yang akan memasuki Gorontalo melalui jalur laut.Namun,pada suatu ketika, air laut surut, sehingga kawasan itu berubah menjadi daratan. Tak beberapa lama kemudian, kawasan itu berubah menjadi hamparan hutan yang sangat luas. Di beberapa tempat masih terlihat adanya air laut tergenang, dan di beberapa tempat yang lain muncul sejumlah mata air tawar, yang kemudian membentuk genangan air tawar. Salah satu di antara mata air tersebut mengeluarkan air yang sangat jernih dan sejuk. Mata air yang berada di tengah-tengah hutan dan jarang dijamah oleh manusia tersebut bernama Mata Air Tupalo. Tempat ini sering didatangi oleh tujuh bidadari bersaudara dari Kahyangan untuk mandi dan bermain sembur-semburan air.

Babak2

Suatu hari, ketika ketujuh bidadari tersebut sedang asyik mandi dan bersendau gurau di sekitar mata air Tupalo tersebut, seorang pemuda tampan bernama Jilumoto melintas di tempat itu. Jilumoto dalam bahasa setempat berarti seorang penduduk kahyangan berkunjung ke bumi dengan menjelma menjadi manusia.

Jilumoto : “Aduhai…. cantiknya bidadari-bidadari itu!Hmm..Bagimana jika aku mengambil salah satu sayap mereka di batu besar itu.Dengan begitu,aku dapat memperistri si pemilik sayap karena ia tentu tidak dapat terbang kembali ke Kahyangan.(mengambil salah satu sayap itu,dan bersembunyi di balik pohon besar).”

Babak3

Ketika hari menjelang sore…

Salah satu bidadari : “Hai,mari kita siap2 pulang ke Kahyangan.Hari sudah mulai gelap.”
Keenam bidadari : (Memakai kembali sayap mereka masing-masing,dan bersiap terbang ke angkasa.)”

Namun..

Bidadari tertua : “Hai, Adik-adikku! Apakah kalian melihat sayap Kakak?”

Rupanya, bidadari tertua yang bernama Mbu`i Bungale kehilangan sayapnya.

Keenam adiknya : “Tidak kak.”
Salah satu adiknya : “Wah,hari sudah mulai sore,mari kita cari bersama.”

Karena hari mulai gelap, keenam bidadari itu pergi meninggalkan sang Kakak seorang diri di dekat Mata Air Tupalo.

Bidadari bungsu : “Kakak.. jaga diri Kakak baik-baik!”
Mbu`i Bungale : “Adikku…! Jangan tinggalkan Kakak sendirian di sini!”
Keenam adiknya : “Maafkan kami Kak,tapi kami juga tidak bisa berbuat apa-apa.”
Mbu`i Bungale : “Bagaimana ini,aku tidak bisa lagi bertemu dengan keluarga di Kahyangan.Huhu..”

Babak4

Beberapa saat kemudian..

Jilumoto : “Hai, Bidadari cantik! Kenapa kamu bersedih begitu?”
Mbu`i Bungale : “Sayapku hilang, Bang! Adik tidak bisa lagi kembali ke Kahyangan”
Jilumoto : “Hmm..Bagaimana jika aku memperistri-Mu?Aku akan menjagamudi bumi ini.”
Mbu`i Bungale : “Eeemmm….Baiklah,Aku bersedia.”

Sepasang suami-istri itu pun mencari daerah untuk bertahan hidup.

Jilumoto : “Dinda,lihatlah bukit yang tidak jauh dari Mata Air Tupalo itu,sepertinya kita dapat mendirikan sebuah rumah sedrhana dan bercocok tanam di sana.”
Mbu`i Bungale : “Dinda akan selalu mengikutimu Kanda,Selain itu,daerah itu juga tidak buruk.Mari kita segera ke sana.”

Sesampainya..

Mbu`i Bungale : “Wah,daerah ini indah sekali.Udaranya segar sekali,tanahnya pun gembur,cocok sekali unutuk bercocok tanan.”
Jilumoto : “Baguslah jika Dinda senang,Bagaimana jika kita beri nama bukit ini Huntu lo Ti`opo atau Bukit Kapas?”
Mbu`i Bungale : “Nama yang bagus Kanda.”

Babak5

Pada suatu hari, Mbu`i Bungale mendapat kiriman Bimelula, yaitu sebuah mustika sebesar telur itik dari Kahyangan. Bimelula itu ia simpan di dekat mata air Tupalo dan menutupinya dengan sehelai tolu atau tudung.Beberapa hari kemudian, ada empat pelancong dari daerah timur yang melintas..

Pemimpin pelancong : “Hei,di sana ada air yang jernih,dan kelihatannya sangat segar.Mari kita ke sana.”
Salah seorang dari pelancong : “Wah,air ini segar sekali.Namun apa gerangan benda yang tergeletak itu? Bukankah itu tudung?”
Pelancong lainnya : “Benar, kawan! Itu adalah tudung.”
Pelancong lainnya : “Aneh, kenapa ada tudung di tengah hutan yang sepi ini?”

Karena penasaran, mereka segera mendekati tudung itu dan bermaksud untuk menangkatnya. Namun, begitu mereka ingin menyentuh tudung itu, tiba-tiba badai dan angin topan sangat dahsyat datang menerjang, kemudian disusul dengan hujan yang sangat deras.

Pemimpin pelancong : “Cepat cari tempat perlindungan!”

Setelah badai dan hujan berhenti, keempat pelancong itu kembali ke mata air Tupalo. Mereka masih penasaran dengan tudung itu dan bermaksud untuk mengangkat tudung itu lagi.

Salah seorang pelancong : “Sebentar,sebaiknya kita ludahi dulu tudung ini dengan sepah pinng yang sudah dimantrai,untuk berjaga-jaga agar tidak terjadi badai dan topan lagi.”

Betapa terkejutnya mereka ketika mengangkat tudung itu. Mereka melihat sebuah benda bulat, yang tak lain adalah mustika Bimelula. Mereka pun tertarik dan berkeinginan untuk memiliki mustika itu.

Babak6

Namun begitu mereka akang mengambil mustika Bimelula itu, tiba-tiba Mbu`i Bungale datang bersama suaminya, Jilumoto.

Mbu`i Bungale : “Maaf, Tuan-Tuan! Tolong jangan sentuh mustika itu! Izinkanlah kami untuk mengambilnya, karena benda itu milik kami!”
Pemimpin pelancong : “Hei, siapa kalian berdua ini? Berani sekali mengaku sebagai pemilik mustika ini!”
Mbu`i Bungale : “Saya Mbu`i Bungale datang bersama suamiku, Jilumoto, ingin mengambil mustika itu”
Pemimpin pelancong : “Hai, Mbu`i Bungale! Tempat ini adalah milik kami. Jadi, tak seorang pun yang boleh mengambil barang-barang yang ada di sini, termasuk mustika ini!”
Mbui`i Bungale : “Apa buktinya bahwa tempat ini dan mustika itu milik kalian?”
Pemimpin pelancong : “Kalian mau lihat buktinya? Lihatlah sepah pinang di atas tudung itu! Kamilah yang telah memberinya”
Mbu`i Bungale : “Hai, aku ingatkan kalian semua! Kawasan mata air ini diturunkan oleh Tuhan Yang Mahakuasa kepada orang-orang yang suka berbudi baik antarsesama makhluk di dunia ini. Bukan diberikan kepada orang-orang tamak dan rakus seperti kalian. Tapi, jika memang benar kalian pemilik dan penguasa di tempat ini, perluaslah mata air ini! Keluarkanlah seluruh kemampuan kalian, aku siap untuk menantang kalian!”

Babak7

Para pelancong itu pun memnerima tantangan Mbu`i Bungale.

Pemimpin pelancong : “Wei mata air Kami! Meluas dan membesarlah.”

Berkali-kali pemimpin pelancong itu membaca mantranya, namun tak sedikit pun menunjukkan adanya tanda-tanda mata air itu akan meluas dan membesar. Melihat pemimpin mereka sudah mulai kehabisan tenaga, tiga anak buah pelancong tersebut segera membantu. Meski mereka telah menyatukan kekuatan dan kesaktian, namun mata air Tupalo tidak berubah sedikit pun. Lama-kelamaan keempat pelancong pun tersebut kehabisan tenaga. Melihat mereka kelelahan dan bercucuran keringat, Mbu`i Bungale hanya tersenyum.

Mbu`i Bungale : “Hai, kenapa kalian berhenti! Tunjukkanlah kepada kami bahwa mata air itu milik kalian! Atau jangan-jangan kalian sudah menyerah!”
Pemimpin pelancong : “Diam kau, hai perempuan cerewet! Jangan hanya pandai bicara! Jika kamu pemilik mata air ini, buktikan pula kepada kami!”
Mbu`i Bungale : “Baiklah, Tuan-Tuan! Ketahuilah bahwa Tuhan Maha Tahu mana hambanya yang benar, permintaannya akan dikabulkan!”

Mbu`i Bungale segera duduk bersila di samping suaminya seraya bersedekap.

Mbu`i Bungale : “Woyi, air kehidupan, mata air sakti, mata air yang memiliki berkah. Melebar dan meluaslah wahai mata air para bidadari…. membesarlah….!!!”

Babak8

Seusai berdoa..

Mbu`i Bungale : Ayo kanda,kita naik ke pohon.Hai,kalian para pelancong,naiklah ke pohon yang paling tinggi, karena sebentar lagi kawasan ini akan tenggelam.”

Beberapa saat kemudian, perut bumi tiba-tiba bergemuruh, tanah bergetar dan menggelegar. Perlahan-lahan mata air Tupalo melebar dan meluas, kemudian menyemburkan air yang sangat deras. Dalam waktu sekejap, tempat itu tergenang air.

Sala seorang pelancong : Mengapa bisa begini?
Pelancong lainnya : Lihat!Genangan air itu hampir mencapai tempat kita!”
Pemimpin pelancong : “Ampun Mbu`i Bungale! Kami mengaku salah. Engkaulah pemilik tempat ini dan seisinya!”

Mbu`i Bungale adalah bidadari yang pemaaf. Dengan segera ia memohon kepada Tuhan agar semburan mata air Tupalo dikembalikan seperti semula, sehingga genangan air itu tidak semakin tinggi dan menenggelamkan keempat pelancong tersebut. Tak berapa lama kemudian, semburan air pada mata air Tupalo kembali seperti semula. Mereka pun turun dari pohon.

Babak9

Mbu`i Bungale segera mengambil tudung dan mustika Bimelula. Ajaibnya, ketika ia meletakkan di atas tangannya, mustika yang menyerupai telur itik itu tiba-tiba menetas dan keluarlah seorang bayi perempuan.

Mbu`i Bungale : “Wah..cantiknya dirimu.Wajahmu bercahaya bagaikan cahaya bulan.Akan kuberi kau nama Tolango Hula yang berarti cahaya bulan.”
Mbu`i Bungale : “Mari kita pulang Kanda.”
Jilumoto : “Baiklah.Kalian para pelancong ikut saja ke rumah kami.”
Para pelancong : “iya.”

Ketika hendak meninggalkan tempat itu…

Mbu`i Bungale : “Hai, benda apa itu?”
Mbu`i Bungale : “Bukankah ini buah jeruk?(mencubit dan mencium buah itu).”
Mbu`i Bungale : “Kanda, ini adalah buah jeruk seperti yang ada di Kahyangan.Yolong gendong Tolango Hula! Dinda ingin memeriksa pepohonan di sekitar danau ini. Jangan-jangan di antara pepohonan itu ada pohon jeruk yang tumbuh.”

Babak10

Mbu`i Bungale pun menemukan beberapa pohon jeruk yang sedang berbuah lebat.

Mbu`i Bungale : “Kanda, kemarilah sebentar!”
Jilumoto : “Ada apa Dinda?”
Mbu`i Bungale : “Coba perhatikan pohon jeruk ini! Bukankah buah ini seperti jeruk Kahyangan, Kanda?”
Jilumoto : “Kamu benar, Dinda! Pohon jeruk ini seperti yang ada di Kahyangan.”
Mbu`i Bungale : “Dinda heran! Kenapa ada pohon jeruk Kahyangan tumbuh di sekitar danau ini?”
Mbu`i Bungale : “Kanda,Dinda tahu bahwa keberadaan pohon jeruk di sekitar danau itu merupakan anugerah dari Tuhan Yang Mahakuasa.Kanda,bagaimana jika danau ini kita beri nama
Bulalo lo limu o tutu untuk memperingati peristiwa ini?”
Jilumoto : “Apa artinya itu Dinda?”
Mbu`i Bungale : “Bulalo lo limu o tutu bararti danau dari jeruk yang berasal dari Kahyangan.Bagaimana menurut Kanda?”
Jilumoto : “Kanda setuju dengan usul Dinda.”

Lama-kelamaan, masyarakat setempat menyebutnya dengan Bulalo lo Limutu atau lebih dikenal dengan sebutan Danau Limboto.

Tinggalkan komentar