Cerita Rakyat dan Naskah Drama Legenda Pulau Kapal

Posted: 29 Maret 2015 in Naskah Drama
Tag:, ,

Legenda Pulau Kapal

Dahulu, ada sebuah keluarga miskin bertempat tinggal di dekat sungai Cerucuk. Kehidupan keluarga tersebut sangatlah miskin. Mereka hidup dari mencari dedaunan maupun buah-buahan yang dalam hutan. Hasil pencahariannya dijual di pasar.

Keluarga tersebut mempunyai seorang anak laki-laki bernama Si Kulup. Si Kulup senang membantu orang tuanya mencari nafkah. Mereka saling membantu. Meskipun mereka hidup berkekurangan namun tidak pernah merasa menderita.

Suatu ketika, ayah Si Kulup pergi ke hutan untuk mencari rebung yang masih muda. Rebung itu dijadikan sayur untuk makan bertiga. Saat menebang rebung, terlihatlah oleh ayahnya Si Kulup sebatang tongkat yang berada pada rumpun bambu. Pak Kulup demikian orang menyebut ayah Si Kulup mengamati tongkat tersebut. Semula tongkat itu akan dibuang, tetapi setelah diperhatikan betul tongkat tersebut bertabur dengan intan permata, dan merah delima. Akhirnya tongkat itu diambilnya.

Pak Kulup berucap dalam hati karena gembiranya: “Ini pertanda baik! Apakah ini tongkat Nabi Sulaiman atau harta karun? Aduhai… Saya jadi kaya mendadak sekarang ini.”

Rebung tidak jadi dibawa pulang. Pak Kulup dengan perasaan was-was, takut membawa tongkat pulang ke rumah. Sesampai di rumah, didapatinya Si Kulup sedang tiduran sedang istrinya berada di rumah tetangga.

Si Kulup disuruh memanggil ibunya, tapi pemuda itu tidak mau. Ia baru saja pulang mendorong kereta. Badannya masih terasa lelah. Ia tidak tahu bahwa ayahnya membawa tongkat yang bertabur intan permata.

Pak Kulup pergi menyusul istrinya yang sedang bertandang di rumah tetangga. Pak Kulup dan Mak Kulup terlihat asyik bercerita menuju rumahnya. Sampai di rumah, mereka bertiga berunding tentang tongkat yang ditemukan tadi siang.

Pak Kulup mengusulkan supaya tongkat itu disimpan saja. Mungkin nanti ada yang mencarinya. Mak Kulup menjawab: “Mau disimpan di mana. Kita tidak punya lemari.” Kemudian Si Kulup pun usul: “Lebih baik dijual saja, supaya kita tidak repot menyimpannya.”

Akhirnya mereka bertiga bersepakat untuk menjual tongkat temuannya. Si Kulup ditugasi untuk menjual tongkat tersebut ke negeri lain. Si Kulup pergi meninggalkan desanya. Tidak lama kemudian tongkat itupun telah terjual dengan harga yang sangat mahal.

Setelah Si Kulup menjadi kaya, ia tidak mau pulang ke rumah orang tuanya. Ia tetap tinggal di rantauan. Karena ia selalu berkawan dengan anak-anak saudagar paling kaya di negeri tersebut.

Si Kulup sudah beristri. Mereka hidup serba berlebihan. Si Kulup sudah lupa akan kedua orang tuanya yang menyuruh menjual tongkat.

Setelah bertahun-tahun mereka hidup dirantau, oleh mertuanya si Kulup disuruh berdagang ke negeri lain bersama istrinya. Si Kulup lalu membeli sebuah kapal besar. Ia juga menyiapkan anak buahnya yang diajak serta berlayar. Mereka berdua minta doa restu kepada orang tuanya agar selamat dalam perjalanan dan berhasil mengembangkan dagangannya.

Mulailah mereka berlayar meninggalkan daerah perantauannya. Saat itu Si Kulup teringat kembali akan kampung halamannya. Ketika sampai di muara sungai Cerucuk mereka berlabuh. Suasana kapal sangat ramai karena suara dari binatang perbekalannya, seperti ayam, itik, angsa, burung.

Kedatangan Si Kulup di desanya terdengar oleh kedua orang tuanya. Sangatlah rindu kedua orang tuanya, terlebih-lebih emaknya. Emaknya menyiapkan makanan kesukaan si Kulup. Kedua orang tuanya datang di kapal sambil membawa makanan kesukaan anaknya.

Sesampainya di kapal kedua orang tua itu mencari anaknya Si Kulup. Si Kulup sudah menjadi saudagar kaya melihat kedua orang tuanya merasa malu, maka diusirnyalah kedua orang tuanya. Buah tangan yang dibawa oleh emaknya pun dibuang. Saudagar kaya itu marah sambil berucap “Pergi! Lekas pergi. Aku tidak punya orang tua seperti kalian. Jangan kotori tempatku ini. Tidak tahu malu, mengaku diriku sebagai anakmu. Apa mungkin aku mempunyai orang tua miskin seperti kau. Enyahlah, engkau dari sini!”

Pak Kulup dan istrinya merasa terhina sekali. Mereka cepat-cepat meninggalkan kapal. Putuslah harapannya bertemu dan mendekap anak untuk melepas rindu. Yang mereka terima hanyalah umpatan caci maki dari anak kandungnya sendiri.

Setibanya di darat, emak Si Kulup tidak dapat menahan amarahnya. Ia benar-benar terpukul hatinya melihat peristiwa tadi. Ia berucap “Kalau saudagar itu benar-benar anakku Si Kulup dan kini tidak mau mengaku kami sebagai orang tuanya, mudah-mudahan kapal besar itu karam.”

Selesai berucap demikian itu, ayah dan emak Si Kulup pulang ke rumahnya dengan rasa kecewa. Tidak berapa lama terjadi suatu keanehan yang luar biasa, tiba-tiba gelombang laut sangat tinggi menerjang kapal saudagar kaya. Mula-mula kapal itu oleng ke kanan dan ke kiri, menimbulkan ketakutan yang luar biasa pada seluruh penumpangnya. Akhirnya kapal itu terbalik, semua penumpangnya tewas seketika.

Beberapa hari kemudian di tempat karamnya kapal besar itu, muncul sebuah pulau yang menyerupai kapal. Pada waktu-waktu tertentu terdengar suara binatang bawaan saudagar kaya. Maka hingga sekarang pulau itu dinamakan “Pulau Kapal”.

Naskah Drama

Legenda Pulau Kapal

Alkisah, ada sebuah keluarga miskin bertempat tinggal di dekat sungai Cerucuk. Kehidupan keluarga tersebut sangatlah miskin. Mereka hidup dari mencari dedaunan maupun buah-buahan yang ada di dalam hutan. Keluarga tersebut mempunyai seorang anak laki-laki bernama Si Kulup. Si Kulup senang membantu orang tuanya mencari nafkah.

Babak1
Suatu ketika, Ayah si kulup pergi ke hutan untuk mencari rebung yang masih muda untuk dijadikan sayur. Saat menebang rebung, terlihatlah oleh ayahnya Si Kulup sebatang tongkat yang berada pada rumpun bambu. Semula tongkat ini akan dibuang, tetapi setelah diperhatikan betul tongkat tersebut bertabur dengan intan permata, dan merah delima. Akhirnya tongkat itu ambilnya.

Pak Kulup : “Ini pertanda baik!Apakah ini tongkat Nabi Sulaiman atau harta karun?Aduhai…Saya jadi kaya mendadak sekarang ini.”(sambil berucap sendirian karena gembiranya)

Babak2
Pak Kulup dengan perasaan was-was, takut membawa tongkat pulang ke rumah. Sesampainya di rumah didapatinya Si Kulup sedang tiduran sedangkan istrinya berada di rumah tetangga.

Pak Kulup :”Kulup…Kulup…”
Si Kulup :”Ada apa,pak?”
Pak Kulup :”Ibu lagi kemana?”
Si kulup :”Di rumah tetangga,pak. Memang ada apa?”
Pak Kulup ;”Tidak ada apa-apa. Cepat kamu panggil Ibu kamu.”
Si Kulup :”Aku habis mendorong kereta. Badanku masih terasa lelah. Aku mau istirahat dulu,pak.”
Pak Kulup :”Baiklah, kamu istirahat saja. Bapak sendri yang akan memanggil Ibumu.”

Babak3
Pak Kulup pergi menyusul istrinya yang sedang bertandang di rumah tetangga.

Pak Kulup :”Istriku…Istriku…”
Mak Kulup :”Ada apa,pak?”
Pak Kulup :”Ada yang mau aku bicarakan. Ayo pulang ke rumah.”

Pak Kulup dan Mak Kulup terlihat asyik bercerita menuju rumahnya.

Mak Kulup :”Ada masalah apa,suamiku? sepertinya penting sekali.”
Pak Kulup :”Begini…Ketika aku mencari rebung tadi di hutan, aku menemukan sebatang tongkat yang bertabur intan permata dan merah delima. Tongkat ini semulanya aku akan buang tetapi setelah aku amati tongkat ini sangat berharga.”
Mak Kulup :”Wah…Benar sekali,suamiku,tongkat ini sangat berharga. Ayo cepat kita pulang ke rumah sebelum orang lain melihat tongkat ini.”

Babak4
Sampai di rumah, Pak Kulup, Mak Kulup dan Si kulup berunding tentang tongkat yang ditemukan tadi siang.

Pak Kulup :”Kulup…Kulup…”(teriakan kegembiraan)
Si Kulup :”Ada apa,pak?”(sambil berbicara pelan dan bangun dari istirahatnya.
Pak Kulup :”Begini…Ketika bapak mencari rebung tadi di hutan, bapak menemukan sebatang tongkat yang bertabur intan permata dan merah delima. Tongkat ini semulanya bapak akan buang tetapi setelah bapak amati tongkat ini sangat berharga. Apakah kita lebih baik menyimpan tongkat ini?”
Mak Kulup :”Mau disimpan dimana? Kita tidak punya lemari.”
Si Kulup :”Lebih baik dijual saja, supaya kita tidak repot menyimpannya.”
Pak Kulup :”Ide bagus…Kulup cepat bereskan barang-barangmu dan pergi ke negeri lain untuk menjual tongkat ini.”

Akhirnya mereka bertiga sepakat untuk menjual tongkat temuannya. Si Kulup ditugasi untuk menjual tongkat tersebut ke negeri lain. Si Kulup pergi meninggalkan desa dan tak lama kemudian tongkat itu terjual dengan harga yang sangat mahal.

Babak5
Setelah Si Kulup menjadi kaya, ia tidak pulang ke rumah orang tuanya. Ia tetap tinggal di rantaun dan berkawan dengan saudagar-saudagar kaya. Si kulup pun sudah beristri. Mereka hidup serba berlebihan. Setelah mereka bertahun-tahun hidup dirantau, oleh mertuanya Si Kulup disuruh berdagang ke negeri lain bersama istrinya.

Mertua Kulup :”Kulup, sini kamu!”
Si Kulup :”Ada apa,bu?”
Mertua Kulup :”Aku tugaskan kamu untuk berdagang ke negeri lain bersama istrimu untuk mengembangkan dagangan kita.”
Si Kulup :”Baiklah,bu. Aku akan mengikuti perintah Ibu dan aku akan menyiapkan sebuah kapal besar dan anak buah untuk diajak berlayar.

Babak6
Keesokan harinya, setelah Si Kulup dan istrinya sudah siap untuk berdagang.

Si Kulup :”Bu, kami pergi dulu. Kami meminta doa restu agar selamat dalam perjalanan dan berhasil mengembangkan dagangan.”
Mertua Kulup :”Baiklah kalau begitu. Ibu akan selalu berdoa untuk kalian. Berhati-hatilah.”

Babak7

Mulailah mereka berlayar meninggalkan daerah perantauannya. Saat itu Si Kulup teringat kembali akan kampung halamannya. Ketika sampai di muara sungai Cerucuk mereka berlabuh. Kedatangan Si Kulup di desanya terdengar oleh kedua orang tuanya.

Mak Kulup :”Pak, Si Kulup pulang.”
Pak Kulup :”Akhirnya dia pulang juga. Kirain dia sudah lupa dengan kita, orang tua kandungnya sendiri.”
Mak Kulup :”Sudahlah,pak. Jangan berpikiran seperti itu. Aku akan menyiapkan makanan kesukaan Si Kulup dulu.”

Kedua orang tuanya datang ke kapal sambil membawa makanan kesukaan anaknya. Sesampainya di kapal, kedua orang tua itu mencari anaknya Si Kulup. Si Kulup sudah menjadi saudagar kaya. Dia melihat kedua orang tuanya merasa malu, maka diusirnyalah kedua orang tuanya. Buah tangan yang dibawa oleh emaknya pun dibuang.

Si Kulup :” Pergi! Lekas pergi. Aku tidak punya orang tua seperti kalian. Jangan kotori tempatku ini. Tidak tahu malu, mengaku diriku sebagai anakmu. Apa mungkin aku mempunyai orang tua seperti kau. Enyalah, engkau dari sini!”
Pak Kulup :”Kurang ajar kamu. Anak tidak tahu diri.”
Si Kulup :”Pengawal…Cepat usir kedua gembel itu.”

Setibanya di darat, emak Si Kulup tidak dapat menahan amarahnya. Ia benar-benar terpukul hatinya melihat peristiwa tadi.

Mak Kulup :”Kalau saudagar itu benar-benar anakku Si Kulup dan kini tidak mau mengaku kami sebagai orang tuanya, mudah-mudahan kapal besar itu karam.
Pak Kulup :”Sudahlah istriku. Ia akan menerima karmanya sendiri atas perbuatan yang telah ia lakukan.

Selesai berucap demikian itu, ayah dan mak Si Kulup pulang ke rumahnya. Tidak berapa lama terjadi keanehan yang luar biasa, tiba-tiba gelombang laut sangat tinggi menerjang kapal saudagar kaya. Akhirnya, kapal itu terbalik, semua penumpangnya tewas seketika.
Beberapa hari kemudian di tempat karamnya kapal besar itu, muncul sebuah pulau yang menyerupai kapal. Maka hingga sekarang pulau itu dinamakan “Pulau Kapal”.

Tinggalkan komentar