Naskah Drama Legenda Sungai Jodoh

Posted: 29 Maret 2015 in Naskah Drama
Tag:

Sungai Jodoh

Babak I
Pada suatu masa di pedalaman pulau Batam, ada sebuah desa yang didiami seorang gadis yatim piatu bernama Mah Bongsu. Ia menjadi pembantu rumah tangga dari seorang majikan bernama Mak Piah. Mak Piah mempunyai seorang putri bernama Siti Mayang. Pada suatu hari, Mah Bongsu mencuci pakaian majikannya di sebuah sungai.
Mah Bongsu : “Ular…!” teriaknya ketakutan ketika melihat seekor ulat mendekat.
Ternyata ular itu tidak ganas, ia berenang ke sana ke mari sambil menunjukkan luka di punggungnya. Mah Bongsu memberanikan diri mengambil ular yang kesakitan itu dan membawanya pulang ke rumah.
Mah Bongsu : ”Saya ambil saja ular yang kesakitan ini dan saya bawa pulang ke rumah.”

Babak II
Mah Bongsu merawat ular tersebut hingga sembuh. Tubuh ular tersebut menjadi sehat dan bertambah besar. Kulit luarnya mengelupas sedikit demi sedikit.
Mah Bongsu : “Banyak sekali kulit ular ini yang terkelupas.”
Lalu Mah Bongsu memungut kulit ular yang terkelupas itu, kemudian dibakarnya.
Mah Bongsu : ”Ajaib… setiap saya membakar kulit ular, timbul asap besar. Jika asap mengarah ke negeri Singapura, maka tiba-tiba terdapat tumpukan emas berlian dan uang. Jika asapnya mengarah ke negeri Jepang, mengalirlah berbagai alat elektronik buatan Jepang. Dan bila asapnya mengarah ke kota Bandar Lampung, datang berkodi-kodi kain tapis Lampung.”(katanya heran)
Dalam tempo dua, tiga bulan, Mah Bongsu menjadi kaya raya jauh melebih Mak Piah Majikannya.

Babak III
Kekayaan Mah Bongsu membuat orang bertanya-tanya.
Mak Piah : “Pasti Mah Bongsu memelihara tuyul.”
Pak Buntal : “Bukan memelihara tuyul! Tetapi ia telah mencuri hartaku!”
Banyak orang menjadi penasaran dan berusaha menyelidiki asal usul harta Mah Bongsu.
Para penduduk : ”Ayo, kita sama-sama menyelidiki harta milik Mah Bongsu.”
Untuk menyelidiki asal usul harta Mah Bongsu ternyata tidak mudah. Beberapa hari orang dusun yang penasaran telah menyelidiki berhari-hari namun tidak dapat menemukan rahasianya.

Babak IV
Mak Ungkai : “Yang penting sekarang ini, kita tidak dirugikan.”(berkata pada tetangganya)
Bahkan Mak Ungkai dan para tetangganya mengucapkan terima kasih kepada Mah Bongsu karena telah membantu mereka.
Para penduduk : ”Mah Bongsu selalu memberi bantuan kepada kita semua untuk mencukupi kehidupan sehari-hari, kita harus berterima kasih kepada dia.”
Selain mereka, Mah Bongsu juga membantu para anak yatim piatu, orang yang sakit dan orang lain yang memang membutuhkan bantuan.
Para penduduk : ”Mah Bongsu itu seorang yang dermawati.”

Babak V
Karena merasa tersaingi, Mak Piah dan Siti Mayang, anak gadisnya merasa tersaingi. Merekapun memutuskan untuk menyelidiki kekayaan Mah Bongsu itu.
Mak Piah : “Kita berdua harus menyelidiki kakayaan milik Mah Bongsu itu berasal darimana.”
Siti Mayang : “Betul, Bu.”
Mak Piah : “Malam ini kita akan ke rumahnya.”
Siti Mayang : “Baiklah.”
Hampir setiap malam mereka mengintip ke rumah Mah Bongsu.
Mak Piah : “Wah, ada ular sebesar betis. Dari kulitnya yang terkelupas dan dibakar bisa mendatangkan harta karun.”
Siti Mayang : ”Mana bu, saya mau lihat juga.”
Mak Piah : ”Hmm, kalau begitu aku juga akan mencari ular sebesar itu.”

Babak VI
Keesokan harinya, Mak Piah pun berjalan ke hutan mencari seekor ular. Tak lama, ia pun mendapatkan seekor ular berbisa.
Mak Piah : “Dari ular berbisa ini pasti akan mendatangkan harta karun lebih banyak daripada yang didapat oleh Mah Bongsu.”(pikirnya)
Ular itu lalu di bawa pulang. Malam harinya ular berbisa itu ditidurkan bersama Siti Mayang.
Siti Mayang : “Saya takut! Ular melilit dan menggigitku!”(teriak dalam keadaan ketakutan)
Mak Piah : “Anakku, jangan takut. Bertahanlah, ular itu akan mendatangkan harta karun.”

Babak VII
Sementara itu, luka ular milik Mah Bongsu sudah sembuh. Mah Bongsu semakin menyayangi ularnya. Saat Mah Bongsu menghidangkan makanan dan minuman untuk ularnya, ia tiba-tiba terkejut.
Mah Bongsu : “Ooohh… tidak!”
Ular : “Jangan terkejut. Malam ini antarkan aku ke sungai, tempat pertemuan kita dulu.”
Mah Bongsu : ”Ba..ba..baiklah.”
Mah Bongsu mengantar ular itu ke sungai. Sesampainya di sungai, ular mengutarakan isi hatinya.
Ular : “Mah Bongsu, Aku ingin membalas budi yang setimpal dengan yang telah kau berikan padaku. Aku ingin melamarmu dan menjadi istriku.”
Mah Bongsu semakin terkejut, ia tidak bisa menjawab sepatah katapun. Bahkan ia menjadi bingung. Ular segera menanggalkan kulitnya dan seketika itu juga berubah wujud menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa.
Mah Bongsu : “Kamu…!”(sambil terkejut)
Lalu kulit ular sakti itu pun berubah wujud menjadi sebuah gedung yang megah yang terletak di halaman depan pondok Mah bongsu. Selanjutnya tempat itu diberi nama desa “Tiban” asal dari kata ketiban, yang artinya kejatuhan keberuntungan atau mendapat kebahagiaan.

Babak VIII
Akhirnya, Mah Bongsu melangsungkan pernikahan dengan pemuda tampan tersbut. Pesta pun dilangsungkan tiga hari tiga malam. Berbagai macam hiburan ditampilkan. Tamu yang datang tiada henti-hentinya memberikan ucapan selamat.

Babak IX
Dibalik kebahagian Mah Bongsu, keadaan keluarga Mak Piah yang tamak dan loba sedang dirundung duka, karena Siti Mayang, anak gadisnya meninggal dipatok ular berbisa. Konon, sungai pertemuan Mah Bongsu dengan ular sakti yang berubah wujud menjadi pemuda tampan itu dipercaya sebagai tempat jodoh. Sehingga sungai itu disebut “Sungai Jodoh”.

Tinggalkan komentar